Sabtu, 31 Mei 2014

Ilusi

0 comment :)
         Saya terdiam menatap layar komputer ini. Lembar kerja saya nampak putih kosong belum ada coretan sama sekali. Beberapa kali saya mencoba menuliskan beberapa kalimat di layar komputer kemudian saya menghapusnya kembali. Seolah-olah tidak ada kata yang cocok untuk mengungkapkan apa yang ada di pikiran saya. Lembar kerja saya kosong kembali dan saya terdiam lagi menatap layar komputer. Saya membuka jendela kamar agar mendapatkan inspirasi, tetapi yang ada saya terdiam melihat jalan-jalan yang berada di bawah kamar saya. Apabila menoleh ke kanan, saya dapat melihat pos ronda yang sering ramai dengan pemuda-pemuda desa. Sedangkan sebelah kiri, terdapat sepasang kekasih sedang bercumbu di bawah lampu jalan yang reman-remang. Saya menikmati setiap apa yang saya lihat malam itu.
      Layar komputer itu masih menyala. Lembar kerja saya masih putih kosong. Sepasang kekasih yang sedang bercumbu itu kemudian menghilang entah tak tahu kemana. Sedangkan pos ronda masih ramai dengan para pemuda desa. Handphone saya sepertinya berbunyi. Terdengar dering lagu yang cukup nyaring di ruangan ini. Saya berharap yang menelepon saya adalah . . . . ah sudahlah, mana mungkin itu terjadi. Saya mengangkat telepon itu, hanya mengatakan kata iya beberapa kali dan kata saya laksanakan di saat terakhir merupakan inti dari pesan si penelepon itu kepada saya. Komputer itu masih menyala dengan lembar kerja yang masih putih kosong. Saya memandangi langit. Nampak indah dengan bintang-bintangnya.
       Saya melihat kembali jalan-jalan yang berada di bawah kamar saya. Sekarang nampak mulai sepi, pos ronda yang tadinya ramai, mulai kehilangan para pemuda desa yang sedang berjaga, dan dengan penglihatan apa adanya, saya melhat sebuah motor di bawah lampu remang-remang. Saya mengenali motor itu. Dari fisiknya hingga warnanya. Saya memperhatikan motor di bawah lampu remang-remang dari bawah sampai atas. Hei !! ada seseorang yang duduk di motor itu. Seorang pria dengan kaos dan celana pendek hijaunya. Pria yang selalu hampir menemani hari-hari ku dengan segala hal yang di milikinya.
         Layar komputer itu tidak menyala lagi mungkin baterainya habis. Lembar kerjaku tentu saja tidak bisa dilihat. Sepertinya masih putih kosong. Aku masih melihat pria itu di sana. Tanpa pikir panjang, aku segera menutup kamar ku, aku turun ke lantai bawah untuk memastikan keberadaan pria itu. Jantungku berdebar, pikiranku hanya tertuju untuk pria itu. nafas ku terengah-engah. Sesampainya di bawah, aku hanya melihat jalanan yang kosong yang diterangi oleh lampu remang-remang, sedangkan pos ronda itu hanya tersisa beberapa pemuda yang sedang bermain kartu. Pria itu ternyata tidak ada. Mungkin itu hanya ilusi yang saya ciptakan karena keinginan bertemu denganmu.
         Saya kembali ke kamar saya. Kembali menyalakan layar komputer saya dan membuka lembar kerja saya. Tangan saya mulai mengetikan sesuatu di lembar kerjanya. Sekarang lembar kerja itu tidak putih kosong, tetapi terdapat kata-kata yang sesuai dengan apa yang ingin saya ungkapkan. Dalam paragraf terakhir, saya mencoba memberikan kesimpulan atas semua hal yang sudah ketik dalam lembar kerja;
    


   Jika dengan ilusi, aku dapat melihat rupamu. Aku ingin selalu menciptakan ilusimu setiap hari.

Minggu, 04 Mei 2014

Saya (anak) Rindu Dengan Kamu

1 comment :)
Wahai malam dengarkan keluh kesah ku hari ini. Aku ingin bercerita tentang orang yang ku sayangi. Iya, baru saja saya mengucapkan kata sayang itu. Baru juga tersadar, bahwa sebenarnya saya sangat menyayanginya. Wahai malam, mengapa saya, baru menyadari hal tersebut. Saya (anak) memang tidak pernah bisa mengatakan secara langsung bahwa saya menyayangi mereka (kedua orang tua). Mereka yang terkadang suka memarahi saya, terkadang menyebalkan bagi saya, terlalu ikut campur, dan membatasi kebebasan saya, dibalik semuayang telah mereka lakukan sebenarnya memang untuk kebaikan anaknya.

Malam, kamu tahu rasanya kehilangan. Saya pernah mengalami kehilangan beberapa kali. Meninggalnya kakek dan akung sudah membuat saya tidak semangat, dan sekarang saya merasakan kehilangan itu lagi. Dia adalah lelaki pertama yang mendidik saya agak keras, terkadang sering mengajak bertengkar di rumah, tetapi sering mengantar maupun menjemput saya jika saya membutuhkan. Dibalik sosoknya yang disiplin, keras, berwibawa, keras kepala, egois, dan seenaknya sendiri dia adalah lelaki yang bekerja keras dan menyayangi keluarga.

Sayang, saya baru menyadari hingga pagi menjelang. Saya (anak) memang tidak bisa mengungkapkan rasa sayang secara langsung. Bahkan saya (anak) terkadang begitu egois dengan keinginanya sendiri. Iya, saya ingat dia (lelaki yang menyayangi keluarga) memang sering bertengkar dengan saya, mungkin itu tanda sayangnya. Membuat rumah terlihat ramai. Kemudian dia tertawa, terus memeluk saya, mengelus rambut saya dan berkata "anak papa" sederhana,tetapi saat ini saya begitu merindukan kata-katai itu, perilakunya, bermanja-manja dengan beliau, bertengkar hal-hal sepele, bahkan saya rindu melarangnya untuk merokok di rumah.

iya, semua itu mungkin tidak akan pernah terulang lagi. saya hanya bisa mendoakannya saja. Dia (lelaki yang menyayangi keluarga) sudah tiada di dunia. 

" Pah, saya (anak) sayang padamu. Mungkin, rencana saya (anak) untuk menjadi seseorang yang dibanggakan oleh papa masih belum dapat saya wujudkan sebelum papa meninggal. Hanya kata maaf yang dapat saya katakan di blog ini. Saya (anak), mama, mas (anak pertama), dan semuanya keluarga besar menyayangi papa"



 

Amateur Writer Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template